01 Desember 2014

Surat untuk Abah

Pagi ini saya mengirimkan hasil survey yang mewakili saya sebagai pembaca Media Indonesia. Setiap peserta yang lengkap mengisi kuisioner berkesempatan mendapatkan hadiah 10 buah smartphone atau 20 hadiah lainnya dari Media Indonesia.

Sudah lama sekali saya tak mengirim surat lewat kantor pos. Terakhir kali saya berkirim surat 30 Desember 2006, ketika ada himbauan dari Kak Seto untuk mengirim surat buat anak-anak Aceh, agar mereka tidak merasa putus asa.

Sejak ada sms, e-mail, facebook, path, instagram, dan media sosial lainya secara tak langsung membunuh kebiasaan orang berkirim surat. Teknologi merubah dunia, sehingga tidak ada lagi jarak di antara kita. :)

Waktu kelas 6 SD, tugas dari guru Bahasa Indonesia, Pak Agam adalah kami diminta berkirim surat buat kakek (saya menyebutnya dengan panggilan Abah). Wah saya serius sekali menulis surat buat abah (kakek dari ayah). Dalam balasan surat abah, saya temukan uang lima ribu sebagai hadiah karena saya telah berbaik hati mengirim surat kepada beliau. Saat itu uang jajan saya per hari seratus rupiah. Betapa besar uang lima ribu itu bagi saya.

Sampai beliau meninggal dunia saya tidak pernah bertemu dengan abah saya, demikian juga dengan nenek, saya tak pernah bertemu beliau (juga).

Surat bisa menghubungkan cinta antara cucu dengan kakek dan nenek yang jauh di Kajai, Pasaman, sebuah desa di Sumatera Barat yang letaknya 500 kilometer lebih dari Kota Padang. 

Oh ya, kapan Anda terakhir berkirim surat? Jangan abaikan nenek dan kakek ya, selagi Anda diberi kesempatan bertemu. :)

1 komentar: