22 Oktober 2017

Kisah Nama-nama Jalan di Bogor

Stasiun Kereta Api Bogor
Nama Kota Bogor adalah sesuatu yang baru. Nama Kota Bogor menggantikan nama Kota Buitenzorg baru terjadi pada tahun 1950. Pengumuman nama resmi Kota Bogor disampaikan oleh Menteri Pendidikan, A. Mononutu dalam konferensi pers (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 21-01-1950). Hal ini berbeda dengan Djakarta yang menggantikan nama Batavia, saat Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 otomatis Batavia berganti menjadi Djakarta. Tidak demikian dengan Buitenzorg.

Nama Buitenzorg secara resmi dimulai tahun 1810. Hal ini terkait dengan pembelian tanah-tanah partikelir yang dilakukan oleh Gubenur Jenderal Daendels mewakili Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1810 untuk membentuk Kota Bogor sebagai milik pemerintah. Buitenzorg sendiri sebelum ditetapkan sebagai nama kota adalah nama area. Suatu nama area yang meliputi dari Dermaga hingga Tjiseroa dan dari Kampong Baro hingga Tjidjeroek. Nama area Buitenzorg berasal-usul dengan keberadaan Istana Gubernur Jenderal VOC di Kampong Baro (Kampong masa lampau dimana Istana Bogor yang sekarang berada). Bahasa Belanda, buiten=luar rumah, zorg=tempat peristirahatan. 

Setelah nama resmi Kota Bogor diubah, lalu nama-nama jalan juga diubah. Namun nama-nama jalan yang diubah hanya yang berbau Belanda. Sedangkan nama yang berbau pribumi tetap dipertahankan, seperti nama-nama geografis (nama kampong, nama area dan sebagainya). Nama-nama jalan yang diubah adalah: 


Handel straat menjadi jalan Surya Kencana; Hospital weg menjadi jalan Pengadilan; Treub weg menjadi jalan Otto Iskandardinata, Lingburgstirum weg menjadi jalan Harupat, Groote weg (sekarang jalan Djuanda); Bataviasch weg (sekarang jalan A. Yani); Park weg menjadi jalan Dewi Sartika, Station weg (jalan Nyi Raja Permas), Bioscop weg (jalan Mayor Oking), Gang Vander Wyk (jalan Pabaton), Museum weg (jalan Kantor Batoe), Koepel weg (jalan Lawang Gintung), Bantam mbr weg (sekarang jalan Kapten Muslihat), Landbouw weg (jalan Cimanggu), Gasebriek weg (jalan MA Salamun).

Dari nama-nama berbau Belanda tersebut hanya ada satu nama "Pahlawan" Belanda di Buitenzorg yang perlu diabadikan namanya yakni Melchior Treub. Anehnya, tidak ada nama-nama yang berbau keluarga kerajaan Belanda atau nama-nama pahlawan Belanda (sebagaimana ditemukan di Batavia, Bandoeng dan Medan). Nama-nama jalan di Buitenzorg hampir semuanya menggunakan nama-nama situs. Sekadar untuk diketahui Prof. Dr. Melchior Treub adalah mantan Direktur Kebun Raya.

Untuk nama-nama geografis yang dipertahankan yang sudah ada sebelumnya adalah Gang Kebon Djahe, Tjiwaringin weg, Tjikeumeh weg (jalan Merdeka), Boeboelak weg (jalan RE Martadinata), Paledang weg, Panaragan weg, Pantjasan weg, Lolongok weg, Sadang weg, Lajongsari weg, Bondongan weg (jalan Pahlawan), Batoetoelis weg, Soekasari weg (jalan Siliwangi), Tjiliboet weg (Kebon Pedes), Tjimanggoe weg, Tjilendek weg.

Nama Tokoh Nasional

Nama jalan di kota-kota di Indonesia menempatkan nama tokoh nasional menjadi prioritas. Nama-nama tokoh tersebut seperti Otto Iskandardinata, Djuanda, Dewi Sartika, Kartini, Jenderal Ahmad Yani, Jend.Sudirman. KS Tumbun, RE Martadinata, Raden Saleh. Nama lain diasosiasikan dengan nasional seperti Merdeka, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Pahlawan (sejak keberadaan Taman Makam Pahlawan), Pemuda. Jembatan Merah dan sebagainya.

Nama Tokoh Bogor

Mayor Oking, pejuang Perang Kemerdekaan. Mayor Oking Djaya Atmadja di dalam Divisi Siliwangi ikut menumpas PKI di Madiun dan gerakan DI/TII di Jawa Barat. Kapten Moeslihat, pahlawan Kota Bogor dalam Perang Kemerdekaan (1945-1949). Kapten Tubagus Moeslihat gugur di Kota Bogor 6 Desember 1945.

Dua nama yang khusus di Kota Bogor adalah jalan Pajajaran, jalan  Suryakencana dan jalan Siliwangi. Ketiga nama jalan ini seakan menjadi ‘tuan rumah’ karena nama-nama tersebut terkait erat dengan keberadaan Kerajaan Pakuan-Pajajaran dengan raja terakhir Prabu Siliwangi yang keberadaannya diyakini berada di tengah Kota Bogor yang sekarang.


Nama tokoh Kota Bogor lainnya antara lain MA Salmun (Sastrawan Sunda terkenal), KH. Abdullah Bin Nuh (pejuang kemerdekaan dan ulama Islam), KH Sholeh Iskandar (pejuang kemerdekaan dan ulama Islam), Dr.Semeru, dan lainnya. Dr. Semeru tidak begitu dikenal di Kota Bogor. Pernah menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) di Buitenzorg

Nama Jalan Terkini: Andi Hakim Nasoetion

Nama jalan terkini di Kota Bogor adalah Jalan Andi Hakim Nasution. Penabalan nama Andi Hakim Nasution baru terjadi beberapa hari yang lalu. Nama jalan Andi Hakim Nasution menggantikan nama jalan Rumah Sakit (yang dulu juga dikenal sebagai jalan Malabar). Lokasi nama jalan Andi Hakim Nasution berada di samping Institut Pertanian Bogor (IPB) di area Baranangsiang, Bogor Utara.

Di Kota Bogor tidak ada nama jalan Dr. Masdoelhak Nasution, Ph.D. Juga tidak ada nama jalan Jenderal Abdul Haris Nasution. Jalan Masdoelhak Nasution hanya ada di Kota Medan (saja). Jalan Abdul Haris Nasution hanya ada di beberapa kota seperti Kota Bandung, Kota Medan, Kota Padang Sidempuan, Kota Kendari.

Jalan Andi Hakim Nasution hanya ada di Kota Bogor. Tidak ada di Kota Medan, tidak ada di Kota Padang Sidempuan dan tidak ada di Kota Panyabungan. Nama Andi Hakim Nasution sangat dikenang oleh alumni-alumni Institut Pertanian Bogor (IPB), tidak hanya karena pernah menjabat rektor IPB selama dua periode (1978-1987) tetapi karena kepeloporannya merekrut siswa berprestasi dari seluruh penjuru tanah air untuk kuliah di IPB tanpa tes masuk PTN. Andi Hakim Nasution sendiri tentu saja sangat dikenal di Kota Bogor karena Andi Hakim Nasution adalah anak Bogor: meski lahir di Jakarta tetapi sejak kanak-kanak sudah tinggal di Bogor hingga meninggal dunia di Kota Bogor.

Penabalan nama Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, MSc terkait dengan kiprahnya di Institut Pertanian Bogor yang secara nasional banyak memberikan inovasi-inovasi dalam pengembangan perguruan tinggi yang diterapkan secara nasional seperti rekrutmen calon mahasiswa berprestasi (sekarang mahasiswa undangan), program masa kuliah (hanya empat tahun), kebijakan persyaratan untuk menjadi guru besar harus berpendidikan level tertinggi (Doktor atau Ph.D) dan penulis utama buku matematika untuk sekolah menengah.

Keluarga Andi Hakim Nasution juga cukup dikenal luas di Kota Bogor pada masa lampau. Ayahnya, Drh. Anwar Nasution adalah alumni Sekolah Kedokteran Hewan (Veeartsenschool). Anwar Nasoetion, lahir di Pidoli, Panyabungan. Anwar Nasoetion lulusan HIS Padang Sidempoean masuk Veeartsen School tahun 1922 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1923) dan lulus dokter hewan 1928 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1928). Setelah lulus, Drh. Anwar Nasution diangkat menjadi dokter hewan pemerintah di Batavia (De Indische courant, 04-06-1930). Kemudian Anwar Nasution bertugas di sejumlah tempat di Hindia Belanda, antara lain di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-02-1938). Salah satu kontribusi Dr. Anwar Nasution adalah membuat pedoman pengawasan daging hewan untuk diterapkan di seluruh wilayah Hindia Belanda hingga ke desa-desa (lihat De Indische courant, 27-06-1941).

Setelah pension dari dinas pemerintah (semasa pendudukan Jepang) Drh. Anwar tidak kembali ke kampong halaman tetapi memilih tetap menetap di Kota Bogor dan berkiprah sebagai dokter hewan swasta (di jalan Tjiwaringin).

Wali Kota Bogor, Bima Arya, Ph.D cerdas dan cermat mengusulkan dan meresmikan nama Prof. Andi Hakim Nasoetion untuk nama jalan kali pertama. Prof. Andi pernah mengusulkan agar masa kuliah lebih cepat (empat tahun) dan harus bergelar doktor agar bias jadi guru besar. Menjadi doctor dan menjadi guru besar lebih muda dan akan lebih lama mengabdikan keilmuannya bagi masyarakat. Bima Arya, Ph.D adalah ilmuwan muda yang meraih gelar doctor pada usia muda dan lebih muda dan lebih cepat mengabdikan keilmuannya. Energi otak pada usia muda lebih jernih dan lebih cepat bereaksi. Ini mengindikasikan Bima Arya, Ph.D juga adalah produk pemikiran Prof. Andi Hakim Nasoetion. Saya yakin, alumni IPB sangat respek dan selalu ingat terhadap terobosan yang dibuat Wali Kota Bogor, Bima Arya, Ph.D. Kami ucapkan selama kepada Wali Kota muda Kota Bogor.

Saya sendiri terus terang adalah produk pemikiran Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, MSc. Karena pemikirannyalah saya bisa belajar di Kota Bogor, dari kota terpencil di pedalaman saya termasuk diantara yang diundang belajar di Institut Pertanian Bogor tahun 1983. Lewat bukunya saya menjadi paham matematika dan dari situ saya lebih mudah memahami statistika dan ekonomi. Dalam sebuah permikirannya yang terus saya kenang waktu itu ‘belajarlah dan siap untuk berkembang dimanapun (bidang keilmuan kita) berada. Saat ini saya tengah mempelajari sejarah ekonomi dan bisnis Indonesia. Meski saya berada jauh di Kota Depok, serial artikel sejarah Kota Bogor ini adalah bagian dari cara saya untuk tetap dekat memory di Bogor, kota dimana pemikiran saya mulai berkembang.
.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Referensi:

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar